Kamis, Desember 31, 2009

Keadaan Hajjaj bin Yusuf ats Tsaqafi pada Hari Hisab dalam Mimpi Umar bin Abdul Aziz

Abu Hazim berkata : “Pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz aku datang ke Damaskus (ibukota kekhalifahan). Hari itu adalah hari Jum’at. Jika meneruskan perjalanan ke tempat yang aku tuju, aku tidak akan bisa shalat Jum’at. Kemudian aku berjalan menuju pintu sebuah masjid. Lalu aku mengistirahatkan dan mengikat untaku di halaman masjid. Ketika aku telah memasuki masjid, aku melihat Amirul Mu’minin sedang berkhutbah di atas mimbar. Pada saat melihatku dia berkata, ‘Wahai Abu Hazim mendekatlah kepadaku.’ Kemudian orang-orang melapangkan tempat untukku sehingga aku duduk di dekat mihrab. Setelah selesai berkhutbah dan mengimami shalat, beliau menoleh kepadaku dan berkata : ‘Wahai Abu Hazim, sejak kapankah kamu datang ke negeri kami ini?’ Aku berkata : ‘Baru saja dan untaku masih terikat di halaman masjid.’ Ketika dia telah berbicara, aku segera mengenalinya. Aku bertanya : ‘Bukankah kamu adalah Umar bin Abdul Aziz?’ Dia menjawab: ‘Benar.’ Aku berkata: ‘Demi Allah, ketika kamu bersama kami sebagai Gubernur Abdul Malik bin Marwan di daerah Khanashirah wajahmu bercahaya, pakaianmu necis, kendaraanmu megah, makananmu lezat-lezat, pengawalmu satu kompi, apakah yang mengubah keadaanmu padahal saat ini kamu adalah Amirul Mu’minin?’ Dia menjawab: ‘Wahai Abu Hazim, semoga Allah meneguhkanmu, janganlah kamu mengulangi lagi tentang Khanashirah.’ Aku berkata: ‘Baik, aku telah mendengar Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya di hadapan kamu ada jalan mendaki yang susah untuk didaki kecuali oleh setiap orang yang ringan dan kurus.” (HR. Hakim)
Kemudian dia menangis sehingga rintihannya semakin keras. Setelah itu dia tertawa lebar sehingga kelihatan gigi gerahamnya. Orang-orang menjadi ramai melihat hal aneh tersebut. Aku berkata: ‘Tenanglah dan diamlah kalian., sesungguhnya Amirul Mu’minin sedang mengalami hal yang dahsyat.’ Setelah sadar dari pingsannya, aku segera bertanya kepadanya: ‘Wahai Amirul Mu’minin kami telah melihat sesuatu yang aneh darimu.’ Dia berkata: ‘Lalu apakah kamu melihat semua yang terjadi padaku?’ Kami menjawab: ‘Benar.’
Umar bin Abdul Aziz berkata: “Sesungguhnya ketika aku dalam keadaan pingsan, aku menyaksikan bahwa kiamat terjadi. Allah menghimpun semua makhluk. Mereka berjumlah seratus dua puluh baris. Umat Muhammad berjumlah delapan puluh baris, sedangkan semua makhluk yang bertauhid lainnya berjumlah empat puluh baris. Tiba-tiba diletakkan Kursi, dipasang Mizan (timbangan amal), dan dikembangkan semua buku catatan. Kemudian seorang tukang seru berseru: ‘Di manakah dia Abdullah bin Abu Quhafah (Abu Bakar Ash Shidiq)?’ Maka muncullah seorang tua yang tinggi dan berambut hitam dengan cat inai. Lalu para malaikat memegang dua pangkal lengannya dan memberdirikannya di hadapan Allah. Lalu diadili (dihisab) dengan penghisaban yang mudah. Kemudian dia diperintahkan ke arah kanan, ke syurga. Setelah itu, seorang penyeru menyeru lagi: ‘Di manakah dia Umar bin Khaththab?’ Tiba-tiba muncullah seorang tua yang tinggi dan rambut yang dicat hitam dengan inai. Lalu para malaikat memegang kedua pangkal lengannya dan memberdirikannya di hadapan Allah. Kemudian diadili (dihisab) dengan penghisaban yang ringan. Kemudian dia diperintahkan untuk digiring ke arah kanan, syurga. Setelah itu seorang penyeru menyeru lagi: ‘Di manakah dia Utsman bin Affan?’ Tiba-tiba muncullah seorang tua yang tinggi dan dengan jenggot yang kuning. Lalu para malaikat memegang dua pangkal lengannya, dia diberdirikan di hadapan Allah. Kemudian diadili (dihisab) dengan penghisaban yang ringan. Kemudian dia diperintahkan untuk digiring ke arah kanan, ke syurga. Setelah itu seorang penyeru menyeru lagi: ‘Di manakah dia Ali bin Abu Thalib?’ Tiba-tiba muncullah seorang tua yang tinggi dengan kepala yang putih, berperut besar dan berbetis kecil. Lalu para malaikat memegang dua pangkal lengannya dan dia diberdirikan di hadapan Allah. Kemudian diadili (dihisab) dengan penghisaban yang ringan. Kemudian dia diperintahkan untuk digiring ke arah kanan, syurga. Maka, ketika aku telah mengetahui bahwa pengadilan itu sudah mendekat kepadaku, aku sibuk dengan diriku sendiri sedangkan aku tidak mengetahui apakah yang akan diperbuat Allah terhadap orang-orang selanjutnya karena saking sibuknya aku dengan diriku sendiri. Tiba-tiba seorang penyeru menyeruku: ‘Di manakah dia Umar bin Abdul Aziz?’ Aku segera berdiri untuk maju, tetapi aku terjatuh dan tertelungkup. Aku segera berdiri lagi untuk maju, tetapi aku terjatuh dan tertelungkup… Lalu datanglah dua malaikat dan keduanya segera memegang kedua pangkal lenganku dan memberdirikanku di hadapan Allah. Lalu Allah menanyai dan meminta pertanggungjawabanku tentang harta-harta mulai dari yang paling kecil dan remeh dan tentang segala keputusan yang aku putuskan dalam menghukum sehingga aku mengira aku tidak selamat…. Kemudian, Tuhanku memberikan karunia-Nya kepadaku dan menurunkan rahmat-Nya. Lalu Dia memerintahkan aku untuk pergi ke arah kanan, ke syurga. Pada saat aku sedang berjalan dengan dua malaikat itu, aku melewati bangkai manusia yang tergeletak di atas abu bekas bara. Aku bertanya: ‘Bangkai apakah ini?’ Malaikat itu menjawab: ‘Mendekatlah kepadanya dan tanyalah dia. Dia akan menjawab pertanyaanmu.’ Lalu aku mendekatinya dan menendangnya dengan kakiku, aku bertanya: ‘Siapakah kamu?’ Dia balik bertanya kepadaku: ‘Kamu siapa?’ Aku menjawab: ‘Aku adalah Umar bin Abdul Aziz.’ Dia bertanya: ‘Apa yang telah diperbuat Allah terhadap kamu dan teman-temanmu?’ Aku menjawab: ‘Adapun dengan khalifah yang berempat, Dia telah memerintahkan ke arah kanan, ke syurga, sedangkan para khalifah setelah mereka aku tidak tahu bagaimana nasib mereka.’ Dia bertanya: ‘Dan kamu, apakah yang diperbuat Allah terhadapmu?’ aku menjawab: ‘Dia telah memberikan karunia-Nya kepadaku dan menurunkan rahmat-Nya untukku. Dia memerintahkan aku ke arah kanan, ke syurga.’ Aku bertanya kepadanya: ‘Siapakah kamu?’ Dia menjawab: ‘Aku adalah Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqafi.’ Aku bertanya: ‘Wahai Hajjaj, apakah yang telah diperbuat Allah kepadamu?’ Dia menjawab: ‘Aku telah menghadap kepada Tuhan Yang Maha Keras Hukuman-Nya. Dia Maha Penghukum orang-orang yang mengingkarinya. Dia telah membunuhku sebanyak bilangan orang yang aku bunuh. Dan kini, inilah aku yang sedang menunggu untuk dihadapkan ke hadapan Tuhanku dan menunggu pengadilan yang akan dilaksanakan terhadap orang-orang yang mentauhidkan-Nya, apakah aku akan ke syurga ataukah akan ke neraka?’

Abu Hazim berkata: “Setelah mimpi Umar ini aku berdoa kepada Allah agar Dia tidak menetapkan masuk neraka bagi seorang pun dari umat Muhammad.”

Sumber : 277 Kisah Para Shalihin – Karya : Majdi Muhammad Asy Syahawy

Senin, Desember 28, 2009

Aku Ingin

Aku ingin bebas seperti burung
Yang bebas lepas terbang sesuka hatinya
Ataukah ia pun perih seperti yang kurasa
Hanya saja ku tak mengerti bahasanya?

Ah, rasanya tidak
Burung lepas itu mengepakkan sayapnya penuh semangat
Seperti dia, aku ingin terbang ke tempat yang luas
Terbang sesuka hatiku

Tak perlu risau dengan tekanan
Bila tak suka, biar kutinggalkan
Aku tahu, pasti akan bertemu hal lain
Aku mau, aku ingin

Berbahagia dalam sahaja
Tersenyum dalam tekanan
Tapi ikhlas, karena itu pilihanku
Bukan digerakkan oleh orang lain

Aku ingin menikmati setiap peluh
Menangis, tersenyum, tertawa sebagai diriku
Bukan orang lain
Bukan untuk sesuatu yang tidak kusukai

Aku ingin,
Menari dalam setiap luka
Tapi bahagia, karena Kau menerima
Kau menungguku penuh cinta
Ya Robbi…

(Widi Annisa)

Sabtu, Desember 26, 2009

Gelas-Gelas Kristal; Manajemen Emosi Wanita


Allah berfirman: “Dan bergaullah bersama mereka (istri) dengan cara yang patut (diridhai oleh Allah). Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa:19).

Bila para pakar merasa kewalahan dan kebingungan untuk secara cermat dan pasti memahami hakikat manusia, seperti ekspresi Dr. Alexis Karel melalui bukunya Man is The Unknown yang menggambarkan akhir pencariannya pada frustasi, keputus-asaan dan jalan buntu dalam memahami hakikat dan perilaku manusia, maka tentunya manusia sendiri akan lebih sulit lagi meraba kejiwaan wanita yang pada aktualisasi emosinya bagaikan gelas-gelas kristal yang memiliki banyak dimensi, segi dan sudut sebagai bagian estetikanya namun pada saat yang sama secara embodied ia bersifat rawan pecah (fragile) perlu perlakukan lembut dan sensitif yang dalam bahasa Arab kaum wanita sering diistilahkan sebagai al-jins al-lathif (jenis lembut) terutama menyangkut dinamika kejiwaan, relung-relung emosional dan lika-liku perasaannya.

Dalam kodrat wanita terutama yang menyangkut emosinya yang demikian itu sebagai kelebihan sekaligus dapat pula berpotensi menjadi kekurangannya kadang kaum wanita sendiri sering salah paham dan sulit memahami dirinya apalagi mengendalikan dan mengelola emosinya secara baik. Padahal secara kodrati penamaan wanita sebagai terjemahan dari an-niswah dalam bahasa jawa merupakan kependekan dari wani ditata yang berarti berani ditata atau dikelola. Dengan demikian sebenarnya manusia itu sendiri sudah merasakan kodrat hidup dan apa yang dialaminya, sudah menangkap adanya sesuatu yang menjadi fitrah dan takdirnya sebagaimana Allah ungkapkan hal itu pada surat al-Qiyamah: 14. Namun secara empiris manusia lebih suka mencari jati dirinya di luar dirinya, lebih cenderung mencari faktor, oknum dan kambing hitam selain dirinya dengan menutup, menipu dan membodohi diri sendiri. Oleh karenanya Allah Sang Khalik mengingatkan umat manusia untuk melihat ke dalam, mengaca diri dan jujur pada diri sendiri sehingga dapat mengoptimalkan pengelolaan kekurangan dan kelebihannya tanpa dinodai upaya manipulasi dan distorsi. (QS. Adz-Dzariyat:21)

Ayat di atas sangat erat dan lekat dengan pasangan suami istri sebagai pesan pertama pernikahan. Ayat ini begitu agungnya melandasi ikatan perkawinan sehingga dicantumkan di halaman pertama buku nikah sebagai wasiat ilahi hubungan suami istri yang harus dilandasi kepada kesadaran tenggang rasa, ngrekso dan ngemong satu sama lain yang merupakan bahasa lain dari pengendalian perasaan dan manajemen emosi dalam rumah tangga.

Rasulullah bersabda:

“Terimalah wasiat tentang memperlakukan kaum wanita (istri) dengan cara yang baik. Karena sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk laki-laki yang melekuk. Dan sesuatu yang paling melekuk itu adalah sesuatu yang terdapat pada tulang rusuk yang paling atas. Jika hendak meluruskannya secara paksa tanpa hati-hati, maka kalian akan mematahkannya. Sedang jika kalian membiarkannya, maka ia akan tetap melekuk. Oleh karena itu, terimalah wasiat memperlakukan wanita dengan baik.” (HR. Ahmad dan Al-Hafidz Al-Iraqi).

Pada riwayat lain dari hadits ini dijelaskan, bahwa sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk berlekuk. Jika kalian mencari kenikmatan darinya, maka kalian akan mendapatkannya. Sedangkan di dalam dirinya masih tetap ada sesuatu yang melekuk. Di mana jika kalian hendak meluruskannya, maka kalian akan mematahkannya. Patah di sini berarti perceraian. (HR. Muslim).

Syeikh Waliyullah Ad-Dahlawi dalam Hujjatullah al-Balighah (II/708) menjelaskan makna hadits di atas ialah: “terimalah wasiat dariku (rasulullah) dan gunakan untuk memahami wanita (isteri). Karena pada penciptaannya terdapat sesuatu yang ‘melekuk’. Sebagaimana lazimnya setiap sesuatu akan mewarisi sifat dasarnya. Jika seseorang ingin mengarungi bahtera rumah tangga bersama pasangannya, maka ia harus siap untuk mentolerir dan memaafkan perkara-perkara sepele yang terjadi dan menahan amarah karena sesuatu yang tidak disukainya.”

Dalam hal itu, Rasulullah saw tidak bermaksud memvonis bahwa wanita itu adalah makhluk yang berperangai buruk. Beliau hanya ingin menyampaikan fakta, fenomena dan realitas nyata agar kaum pria bersikap realistis dan siap berinteraksi, bergaul dengan mitra hidupnya dan bagi kaum wanita agar dapat mawas diri. Artinya, jika dalam diri istrinya didapati suatu letupan maupun ledakan emosi, serta menyaksikan ekspresi maupun luapan perasaan yang tidak berkenan di hatinya, maka ia akan menghadapinya dengan sabar dan bermurah hati, tanpa bersikap reaktif dan terpengaruh amarah sehingga menumbuhkan kebencian dan rasa muak, namun ia justru akan melihat sisi baik mitranya. Karena ia hanyalah seorang manusia yang mempunyai sisi baik dan sisi buruk sebagaimana dirinya. Karena itu, Rasulullah bersabda: “seorang mukmin hendaknya tidak membenci mukminat hanya karena satu perangai yang dianggap buruk. Sebab, jika ia membenci satu perangai, maka pastilah ada perangai lain yang akan ia sukai.”

Sejarah tidak pernah menjumpai dalam satu agama atau tradisi mana pun, suatu ajaran yang begitu care, apresiatif dan menghargai kodrat dan hak-hak wanita melebihi doktrin ajaran Islam. Adakah hikmah dibalik kehendak Allah menciptakan wanita dalam keadaan demikian? Memang, Allah tidak menciptakan sesuatu secara sia-sia (QS. Ali-Imran: 191) dan Dia mengamanahkan kepada kaum wanita tugas-tugas penting dan sensitif seperti hamil, menyusui dan mendidik anak. Untuk itu Allah SWT mempercayakan kepada mereka sifat-sifat dan pemberian yang sesuai tugasnya, yang berbeda dari sifat kaum pria dan pembawaannya.

Dr. Frederick mengatakan bahwa kaum wanita mengalami proses stagnasi yang tidak hanya terjadi pada perubahan fisiknya saja, melainkan juga pada tabiat dan keadaan psikisnya. Karena seandainya ia tidak memiliki emosi dan sifat kemanjaan anak-anak, maka pastilah ia tidak mampu menjadi ibu yang baik. Ia bisa dipahami anak-anak karena perasaannya yang masih terdapat unsur kekanak-kanakan.

Menurutnya, ia akan tetap seperti anak-anak dalam kemanjaan dan emosinya, bahkan dalam perkembangannya wanita lebih banyak bersifat kekanak-kanakan. Kelembutan hatinya dan sensitivitas perasaannya cenderung semakin bertambah lebih cepat dibanding daya pikirnya. Praduga, perasaan dan emosinya lebih banyak dipakainya daripada rasionya. Karena ia terkondisikan untuk lebih banyak bersikap pasif daripada bersifat aktif dan lebih banyak menerima dengan sikap pasrah daripada bersikap menguasai. Ia secara kodrati tercipta untuk berada di tengah anak-anak dan suami. Demikianlah posisinya dalam keluarga, yaitu pada titik sentral, untuk menjaga keharmonisan anggota keluarga dengan segala kecenderungan masing-masing. (Hayatuna al Jinsiyah, hal. 70).

Jika suami mampu memahami, maka ia akan menerima kenyataan dan mendapat kesenangan dari istri dalam batas-batas fitrahnya. Tetapi, jika ia tidak mampu memahaminya, maka ia akan berusaha menjadikan istrinya berbuat sesuai dengan ego kelaki-lakiannya, dari segi berfikir, sehingga mungkin ia akan gagal. Mungkin saja ia akan menghancurkan keluarganya, tempat di mana ia menyandarkan hidupnya. Karena ia menuntut hal mustahil di luar kodratnya. Oleh karenanya, Nabi saw berusaha mengingatkan suami agar hendaknya mendampingi, membimbing, mendidik dan tidak menjatuhkan hukuman dan vonis kepada istrinya hanya karena memiliki suatu sifat yang jelek, sebab ia pun demikian.

Syeikh Muhammad al-Ghazali dalam bukunya Rakaiz al Iman Bayna al Aqlu wa al Qalbu, menegaskan bahwa Islam adalah agama yang agung, rahmatnya telah menyentuh kaum wanita dan melindunginya dari kesewenangan kaum pria. Ia telah memerdekakan perikemanusiaannya, baik jiwa maupun raga. Islam mengajarkan kepada pemeluknya mengenai posisi dan jati diri wanita untuk mengemban tugas dan fungsi keberadaannya. Oleh karena itu, mereka sebaiknya menjaga dan mengelola nilai-nilai kewanitaan yang ada pada diri mereka untuk menghadapi perlakuan yang dapat membuat mereka melepaskan eksistensi biologis dan psikologisnya.

Ketika fenomena dan realitas kewanitaan ini dipungkiri akan terjadi disharmoni dalam kehidupan keluarga dan masyarakat karena tidak mengindahkan sunnatullah. Oleh karena itu Rasulullah saw berpesan: “Sesungguhnya kaum wanita itu adalah saudara kaum pria, maka sayangilah mereka sebagaimana kalian menyayangi diri kalian sendiri.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Islam telah mengangkat harkat dan derajat kaum wanita serta menjadikan mereka sebagai saudara yang sejajar dengan kaum pria. Syariat Islam telah memelopori pengibaran bendera kesetaraan gender dengan menjadikan kaum wanita sebagai mitra suami dalam mengelola keluarga dan masyarakat.

Kemampuan untuk memahami dan mengelola emosi wanita ini merupakan kunci pertalian cinta kasih pasangan suami istri yang menjadi jembatan menuju keluarga sakinah (QS.Ar-Rum:21). Dengan itu Allah menumbuhkan benih cinta di hati suami-istri sehingga dapat mendorong untuk menunaikan hak dan kewajiban masing-masing dalam bentuk yang paling sempurna tanpa ada perasaan tekanan dan kesan paksaan. Cinta suci tersebut merupakan perasaan tulus yang mendalam tanpa kedustaan dan kepura-puraan serta merasuki hidup sepanjang hayat. Nabi saw. pernah mengungkapkan kenangan cintanya pada Khadijah, “aku sungguh telah mendapatkan cinta sucinya.” (HR. Muslim).

Hal ini bukan berarti tumbuh secara tiba-tiba tanpa adanya upaya menanam dan merawat benih cinta, karena beliau memulai perkawinan dengan perasaan simpati yang netral. Namun benih cinta kasih pasangan suami istri yang shalih ini cepat tumbuh berkembang secara subur sebagai buah dari pergaulan yang baik (mu’asyarah bil ma’ruf), kesetiaan, akhlaq setia, saling memberi dan menerima dengan tenggang rasa yang tinggi. Bukankah doktrin ta’aruf dalam Islam adalah untuk menuju tawasahu bil haqqi dalam atmosfir toleransi dan kesabaran terhadap watak masing-masing. Dengan sikap demikian maka suami istri menikmati kehidupan bersama yang baik dan menyenangkan.


Sumber : dakwatuna.com

Kamis, Desember 10, 2009

Shaum....

Alhamdulillah, Kamis ini shaum lagi walaupun ga sahur karena kesiangan bangunnya. Syukur nih perut sudah terlatih untuk berpuasa di hari Senin dan Kamis jadi ga minta diisi untuk sarapan. Padahal biasanya pagi-pagi udah bunyi minta diisi. Benar ya kata pepatah "Bisa karena biasa", coba kalau ga biasa wah bisa pingsan nih ga makan seharian sampe Maghrib. :)

Kalau badan sehat jadi lebih mudah ya beraktivitas termasuk mengerjakan ibadah mahdhoh. Benar juga seorang muslim itu harus sehat, biar ibadahnya juga bisa optimal. Tapi aku jarang banget olahraga padahal kan salah satu penunjang kesehatan itu berolahraga. Pengen sih mulai melatih diri berolahraga tapi malas banget, masih kalah sama hawa ngantuk. ;P

Balik lagi ke masalah shaum, syukur anggota badanku kompak. Perut ga minta diisi, kepala ga pusing, kaki dan tangan baik-baik aja. Shaumnya jadi lancar deh, Insya Allah. Shaum Senin-Kamis kan salah satu sunnah Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam karena saat itu amalan-amalan kita dilaporkan sang Malaikat ke langit. Wah, biar dapat nilai plus nih dihadapan Allah SWT kita berpuasa di hari itu. Apalagi ini dicontohkan oleh Rasulullah lho.

Semoga amalanku, amalanmu dan amalan kita semua diterima Allah SWT yang akan memberatkan timbangan amal kebaikan kita di Yaumil Hisab nanti. Amiin...