
November 2011 lalu, saya mengikuti training for tutor di Binus Center. Training ini diikuti oleh catur alias calon tutor komputer di Rumah Belajar Yayasan Cinta Anak Bangsa (RB-YCAB), saat itu ada lima orang yang terdaftar sebagai catur, yaitu Try, Mariya, Akbar, Sheila dan saya sendiri. Kami ditraining selama 3 hari, dan pada hari ke-empat kami mengikuti ujian online di tempat yang sama.
Waktu 3 hari cukup bagi kami untuk beradaptasi satu sama lain. Miss Sheila adalah seorang Nasrani taat yang disiplin, bermoral tinggi dan intelek. Beliau besar di Singapura. Saat perkenalan pertama kali, beliau berkata, "panggil saja Sheila, saya biasa panggil nama tanpa embel-embel pak, ibu atau mba...", "Owh,iya..." jawab kami serentak. Tapi karena kami asli Indonesia dan dibesarkan di negeri (yang katanya sih penduduknya ramah dan sopan) ini, tetap saja kami panggil beliau 'Mba Sheila'.
Pada hari ujian itu, kami diberi soal online yang berbeda-beda. Dan masing-masing konsentrasi mengerjakan soal yang tersedia tanpa ada suara-suara sumbang yang mengundang belas kasihan atas ketidakberdayaan menghadapi ujian. Sampai ada seorang catur yang sudah dua kali tidak lulus ujian (kita sebut saja si A), datang mengikuti ujian ketiganya bersama kami. Mulailah ada suara-suara parau menggema di seantero ruangan yang membuat kami gerah, risih, kesal, sekaligus kasihan.
Try, Mba Sheila, Akbar dan saya telah selesai mengerjakan dan langsung mengetahui hasilnya di layar komputer. Lulus dengan nilai yang bagus. Si A masih sibuk dengan soal ujiannya, sibuk mencari jawaban dengan suara paraunya. Mba Sheila dan Akbar terlihat gerah mendengar suara-suara parau tersebut. Saya pura-pura sibuk menelepon, Mariya masih sibuk mengurusi hasil ujiannya yang kurang memuaskan. Try yang tidak tega melihat si A, membantu sebisanya.
Singkat cerita, si A tidak lulus lagi walaupun sudah dibantu sedikit oleh Try yang baik hati. Setelah si A meninggalkan ruangan, Mariya dengan polosnya berkata, "Sebenarnya boleh nanya ga sih, kalau boleh kan tadi aku nanya aja biar nilaiku bagus...?" Mba Sheila langsung menanggapi, "Itu masalah moralitas. Boleh atau tidak, itu kembali ke diri masing-masing. Menurut kita itu baik atau tidak."
Mba Sheila langsung menoleh ke Try dan berkata, "Harusnya tadi kamu jangan memberitahu dia Try, biar dia ngerjain sendiri!" "Tapi saya kasihan Mba, ini kan ujian terakhir dia. Kalau ga lulus lagi dia gagal jadi tutor," sahut Try. "Yang harusnya kamu kasihani itu muridnya, bukan dia. Kalau gurunya seperti itu bagaimana muridnya nanti." jawab Mba Sheila. "Iya sih," ucap Try.
***
Hikmah dari kisah nyata di atas adalah mencontek itu masalah moralitas. Kita tahu peraturan dalam ujian, dilarang mencontek dan bekerja sama. Tapi masih saja ada di antara kita yang melanggar aturan tersebut. Ada anekdot yang sangat terkenal di kalangan rakyat Indonesia, "Peraturan ada untuk dilanggar". Tetapi pantaskah seorang yang mengaku umat Nabi Muhammad SAW yang notabene seorang yang berakhlak mulia, --mengutip pernyataan Ust.Salim A.Fillah-- Rasulullah SAW adalah pesona di atas pesona, pantaskah jika kita tak mengindahkan moralitas tadi?
Moral, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti baik buruk yg diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dsb; akhlak; budi pekerti; susila. Sedangkan moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yg berhubungan dengan etiket atau adat sopan santun. Bukankah Islam sangat memperhatikan masalah adab, akhlak, dsb yang berhubungan dengan muamalah? Lalu di mana akhlak kita saat ujian, di mana moral kita sebagai seorang pembelajar? Apakah semua hilang seketika saat ujian sekolah, kuliah atau apapun yang hanya untuk memperoleh nilai hitam di atas putih semata?
Di atas Mba Sheila berkata, "Yang harusnya dikasihani itu muridnya," Kalau saya boleh menambahkan, "Yang harusnya dikasihani itu masa depannya dan masa depan bangsa ini. Mau dibawa ke mana negeri ini jika pemudanya jadi tukang contek....????!!!!"
Di sekolah tempat Mba Sheila mengajar, beliau sangat menekankan kepada murid-muridnya untuk tidak mencontek dan bekerja sama saat ujian. Padahal beliau tidak mengimani kenabian Rasulullah, tapi beliau memiliki akhlak yang harusnya dimiliki umat nabi yang mulia ini. Ironis!
Sekali lagi tidak ingin mendiskreditkan pihak manapun, hanya ingin berbagi dan mengingatkan. Jika ada kata-kata yang tidak berkenan mohon dimaafkan seluas-luasnya. Al haqqu min robbik....
Wassalam
Widi Annisa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar